Pembagian Tauhid Menurut Ahlu Sunnah :
Terdapat perbedaan dalam pembagian tauhid oleh para Ulama. Ada yang membagi menjadi tiga bagian :
1. Tauhid Ar-Rububiyyah. Maknanya adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala (beriman bahwa Ia adalah Dzat Yang Esa) dalam perbuatan-perbuatan-Nya (penciptaan, perintah, pemberian rizki, pengatur urusan atas hamba-hamba-Nya) dengan kehendak-Nya, berdasarkan ilmu dan kekuasaan-Nya.
2. Tauhid Al-Uluhiyyah. Maknanya adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam perbuatan para hamba (seluruh jenis ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala, hanya Dia yang berhak diibadahi, dan tidak ada sekutu bagi-Nya).
3. Tauhid Al-Asma` was Shifat. Maknanya adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menetapkan nama yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapkan bagi diri-Nya atau yang ditetapkan oleh Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menetapkan sifat yang telah Ia tetapkan untuk diri-Nya, atau yang telah ditetapkan oleh Rasul-Nya, tanpa mentakyif (mereka-reka atau menanyakan bagaimana), menyerupakan, memalingkan (baik lafadz maupun makna) dan tidak pula menta’thil (menolak, meniadakan).
Ada pula yang menambahkan sehingga menjadi empat:
1. Tauhid Ar-Rububiyah
2. Tauhid Al-Uluhiyyah
3. Tauhid Al-Asma’ was Shifat
4. Tauhid Al-Mutaba’ah (menjadikan satu-satunya yang diikuti dan diteladani adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Ada pula yang membagi dua:
1. Tauhid fi Al-Ma’rifat wal Itsbat (tauhid dalam mengenal dan menetapkan) yaitu mengimani nama-nama Allah, sifat-sifat dan Dzat-Nya. Juga mengimani penciptaan, pemberian rizki, dan pengaturan urusan hamba-hamba-Nya. Sehingga tauhid ini mengandung dua jenis tauhid, Rububiyah dan Asma` wash Shifat.
2. Tauhid fi Al-Qashd wa Ath-Thalab (tauhid dalam tujuan dan meminta). Maknanya adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam tujuan (niat) permintaan, shalat, puasa, dan seluruh ibadah. Tidaklah engkau bermaksud dengan ibadahmu kecuali wajah-Nya. Demikian pula sedekah dan seluruh amalanmu yang engkau dengannya mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidaklah ditujukan kecuali mengharap wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pembagian ini disandarkan kepada Ibnul Qayyim, sebagaimana tersebut dalam kitab Madarijus Salikin dan Ijtima’ Al-Juyusy. Demikian pula Ibnu Abil ‘Izz dalam kitabnya Syarah Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah.
Tauhid Al-Uluhiyyah juga mempunyai beberapa nama lain: Tauhid fil Qashd wat Thalab, Tauhid fil Iradah wal Qashd, At-Tauhid Al-Qashdi wal Iradi, At-Tauhid fil Iradah wal ‘Amal, Tauhidul ‘Amal, At-Tauhid Al-‘Amali, At-Tauhid Al-Fi’li, At-Tauhid Al-Iradi Ath-Thalabi.
Demikianlah macam-macam tauhid. Tidaklah bertentangan antara satu dengan yang lain. Istilah dan ungkapan yang berbeda dalam hal ini tidak perlu dipermasalahkan. Tujuan kita hanyalah untuk mengetahui apa itu tauhid yang dengannya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para rasul, menurunkan kitab-kitab, dan karenanya terjadi pertentangan antara para rasul dengan umatnya, yaitu tauhid ibadah (Tauhid Al-Uluhiyyah).
Pembagian ulama dalam hal ini tidaklah dikategorikan kepada perkara yang bid’ah (baru), yang tidak dikenal oleh para sahabat. Di antara alasan yang menjadikan para ulama untuk membagi tauhid adalah adanya pengikraran terhadap salah satu jenis tauhid oleh orang-orang musyrikin yaitu Tauhid Ar-Rububiyah. Sehingga bagi siapapun yang telah mengikrarkan tauhid tetapi hanya sekedar Tauhid Ar-Rububiyah, tidakah dianggap menjadi seorang yang telah menghambakan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, tidak kepada selain-Nya, berdoa hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak kepada selain-Nya, berharap dan takut hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak kepada selain-Nya.
Demikian pula berdasarkan pengkajian dan pendalaman terhadap Al-Qur`an dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, didapatkan pembagian tauhid seperti tersebut di atas.
Beberapa perkara yang menunjukkan pentingnya penekanan dakwah kepada tauhid adalah:
1. Al-Qur`an dari awal surat hingga akhirnya berisikan tauhid.
2. Tauhid merupakan dakwah seluruh rasul dari yang awal hingga yang terakhir.
3. Banyaknya kesalahan dan penyimpangan yang terjadi pada manusia secara umum adalah dalam perkara tauhid.
4. Mulianya ilmu tergantung pada kemuliaan yang dipelajari. Tauhid adalah ilmu yang mempelajari pengenalan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik berupa nama, sifat, maupun perbuatan-perbuatan-Nya. Dengan demikian tidak diragukan, tauhid merupakan ilmu yang paling mulia.
Wallahu a’lam.
sumber : http://www.darussalaf.or.id
0 komentar:
Posting Komentar